PERUNDINGAN PERUNDINGAN MEMPERTHANKAN KEMERDEKAAN

PERUNDINGAN PERUNDINGAN MEMPERTHANKAN KEMERDEKAAN


1) PERUNDINGAN ROEM-ROYEN
Waktu : 14 April 1949
Tempat :  Hotel Des Indes, 
Jakarta
Latar Belakang :
Perjanjian Roem-Royen adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta  Namanya diambil dari kedua pemimpin 
delegasiMohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama. Perjanjian ini sangat alot sehingga memerlukan kehadiran Bung Hatta dari pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk mempertegas sikap Sri Sultan HB IX terhadap Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, di mana Sultan HamengkuBuwono IX mengatakan “Jogjakarta is de Republiek Indonesie” (Yogyakarta adalah Republik Indonesia).[1]

Hasil pertemuan ini adalah:
Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya
Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar
Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta
Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang
Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan:
Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948
Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak
Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia[2]


2) PERUNDINGAN RENVILLE
Waktu : 8 Desember 1947
Tempat : Tanjung Priok, Jakarta.
Latar Belakang :
      Pada tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan resolusi gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia. Gubernur Jendral Van Mook dari Belanda memerintahkan gencatan senjata pada tanggal 5 Agustus. Pada 25 Agustus, Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi yang diusulkan Amerika Serikat bahwa Dewan Keamanan akan menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda secara damai dengan membentuk Komisi Tiga Negara yang terdiri dari Belgia yang dipilih oleh Belanda, Australia yang dipilih oleh Indonesia, dan Amerika Serikat yang disetujui kedua belah pihak.
Pada 29 Agustus 1947, Belanda memproklamirkan garis Van Mook yang membatasi wilayah Indonesia dan Belanda. Republik Indonesia menjadi tinggal sepertiga Pulau Jawa dan kebanyakan pulau di Sumatra, tetapi Indonesia tidak mendapatwilayah utama penghasil makanan. Blokade oleh Belanda juga mencegah masuknya persenjataan, makanan dan pakaian menuju ke wilayah Indonesia.
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tetapi pertempuran terus terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi antara Karawang dan Bekasi
Isi Perundingan :
Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sumatra sebagai bagian wilayah Republik Indonesia
Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur



3) PERUNDINGAN LINGGARJATI
Waktu : 10 November 1946 dan di tandatangani di istana Negara pada 25 maret 1947
Tempat : linggarjati perbatasan kuningan Cirebon hmmjjmjm

Latar Belakang :
Masuknya 
AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan 'status quo' di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti contohnya peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia. Oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, Diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, tetapi perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Pulau Madura, tetapi Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.

Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:
*Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.
*Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
*8Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
4) KOMISI 3 NEGARA
Waktu : 25 Agustus 1947
Latar Belakang :
Komisi Tiga Negara (atau yang sering disingkat dengan “KTN” saja) adalah sebuah lembaga kerja atau komite kerja diplomasi mancanegara yang hadir pada masa perjuangan dan revolusi Indonesia mempertahankan kemerdekaan. Nama resmi lembaga kerja ini adalah "Committee of Good Office" for Indonesia. Meski demikian, lembaga ini lebih terkenal dengan dengan sebutan Komisi Tiga Negara karena keanggotaan lembaga ini yang memang hanya berisikan tiga negara, yakni Australia, Belgia, serta Amerika Serikat. Negara-negara tersebut dipilih dan diwakili oleh: • Australia: dipilih oleh Indonesia; diwakili oleh Richard C. Kirby. • Belgia: dipilih oleh Belanda; diwakili oleh Paul van Zeeland. • Amerika Serikat: pihak netral yang ditunjuk Indonesia & Belanda; diwakili oleh Dr. Frank Graham.

Terdapat 4 tugas utama dari KTN, yaitu:
 • Menguasai dengan cara langsung penghentian tembak menembak sesuai dengan resolusi PBB
• Menjadi penengah konflik antara Indonesia serta Belanda.
• Memasang patok-patok wilayah status quo yang dibantu oleh TNI
• Mempertemukan kembali Indonesia serta Belanda dalam Perundingan Renville.
5) KONVERENSI MEJA BUNDAR
Waktu : 
23 Agustus hingga 2 November 1949
Tempat :  
Den Haag, Belanda
Latar Belakang :
Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati dan perjanjian Renville. Pada 28 Januari 1949, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa meloloskan resolusi yang mengecam serangan militer Belanda terhadap tentara Republik di Indonesia dan menuntut dipulihkannya pemerintah Republik. Diserukan pula kelanjutan perundingan untuk menemukan penyelesaian damai antara dua pihak.]
Menyusul Perjanjian Roem-Royen pada 6 Juli, yang secara efektif ditetapkan oleh resolusi Dewan Keamanan, Mohammad Roem mengatakan bahwa Republik Indonesia, yang para pemimpinnya masih diasingkan di Bangka, bersedia ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar untuk mempercepat penyerahan kedaulatan.[3]
Pemerintah Indonesia, yang telah diasingkan selama enam bulan, kembali ke ibu kota sementara di Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Demi memastikan kesamaan posisi perundingan antara delegasi Republik dan federal, dalam paruh kedua Juli 1949 dan sejak 31 Juli–2 Agustus, Konferensi Inter-Indonesia diselenggarakan di Yogyakarta antara semua otoritas bagian dari Republik Indonesia Serikat yang akan dibentuk. Para partisipan setuju mengenai prinsip dan kerangka dasar untuk konstitusinya.[4] Menyusul diskusi pendahuluan yang disponsori oleh Komisi PBB untuk Indonesia di Jakarta, ditetapkan bahwa Konferensi Meja Bundar akan digelar di Den Haag.
Hasil tersebut adalah sebagai berikut:
Serah terima kedaulatan atas wilayah Hindia Belanda dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serah terima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.[12][13][14][15]
Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan pemimpin kerajaan Belanda sebagai kepala negara
Pengambilalihan utang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat
Parlemen Belanda memperdebatkan kesepakatan tersebut, dan Majelis Tinggi dan Rendah meratifikasinya pada tanggal 21 Desember oleh mayoritas dua pertiga yang dibutuhkan. Terlepas dari kritik khususnya mengenai asumsi utang pemerintah Belanda dan status Papua Barat yang belum terselesaikan, legislatif Indonesia, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), meratifikasi kesepakatan tersebut pada tanggal 14 Desember 1949. Kedaulatan dipindahkan kepada Republik Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949.[9][16

6 ) KONVERENSI INTER INDONESIA
Waktu : 19-22 Juli 1949
Tempat :  Yogyakarta
Latar Belakang :
konferensi Inter Indonesia adalah konferensi yang berlangsung antara Negara Indonesia dengan Negara-negara boneka/Negara bentukan Belanda yang tergabung dalam BFO (Bijenkomst Voor Federal Overslag). Awalnya BFO diharapkan oleh Belanda untuk mempermudah mengusai Indonesia kembali. Namun sikap Negara- Negara dalam BFO berubah setelah Belanda melancarkan agresi militernya kepada xzIndonesia untuk yang kedua kalinya. Karena simpati dari Negara-negara BFO membebaskan pemimpin-pemimpin Indonesia, BFO juga turut berjasa atas terselenggaranya Konferensi Inter Indonesia. 5

Hasil kesepakatan dari Konferensi Inter-Indonesia adalah:
Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat).
RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Presiden.
RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari kerajaan Belanda.
Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.
Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri.
6) KOMISI 3 NEGARA
Waktu : 25 Agustus 1947
Latar Belakang :
Komisi Tiga Negara (atau yang sering disingkat dengan “KTN” saja) adalah sebuah lembaga kerja atau komite kerja diplomasi mancanegara yang hadir pada masa perjuangan dan revolusi Indonesia mempertahankan kemerdekaan. Nama resmi lembaga kerja ini adalah "Committee of Good Office" for Indonesia. Meski demikian, lembaga ini lebih terkenal dengan dengan sebutan Komisi Tiga Negara karena keanggotaan lembaga ini yang memang hanya berisikan tiga negara, yakni Australia, Belgia, serta Amerika Serikat. Negara-negara tersebut dipilih dan diwakili oleh: • Australia: dipilih oleh Indonesia; diwakili oleh Richard C. Kirby. • Belgia: dipilih oleh Belanda; diwakili oleh Paul van Zeeland. • Amerika Serikat: pihak netral yang ditunjuk Indonesia & Belanda; diwakili oleh Dr. Frank Graham.





Komentar